Senin, 02 April 2012

Publikasi Ilmiah Tanpa Pamrih

Pada hari Kamis tanggal 29 Maret 2012, saya menghadiri kegiatan Taklimat Hibah Jurnal yang Memenuhi Standar Mutu dan Tata Kelola Nasional atas undangan DIKTI yang bertempat di gedung LPPM UNY. Pada kesempatan tersebut berkumpul kurang lebih 40 pengelola jurnal untk berdikusi dan merancang kegiatan bersama. Ada hal yang menarik, saya mendapatkan pencerahan dari Prof. Mien A Rifai dari (AIPI=Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia). Berikut poin-poin menarik dari ceramah beliau :

Terbukti bahwa motivasi utama dosen Indonesia menulis jurnal adalah untuk mengumpulkan kumulatif yang dibutuhkan pada saat kenaikan pangkat, maka jika kita lihat kualitas makalah yang dihasilkan memang cukup memprihatinkan, karena motivasinya bukan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan tetapi lebih mengembangkan pendapatan...hehe. Padahal jika kita melihat sejarah berkala pertama di dunia The Philosophical Transaction of the Royal Society dikeluarkan pada tanggal 6 Maret 1665, secara gamblang dinyatakan bahwa tujuan penerbitannya adalah untuk : meregistrasi adanya ilmuwan yang berkegiatan kecendikiaan, mensertifikasi kelayakan mutu isi jurnal untuk diterbitkan, mendeseminasikan hasilnya berupa artikel secara luas dan mengarsipkan temuan dan teori serta pendapat yang dimuatnya. Dari sini terlihat bahwa penerbitan tersebut akan memungkinkan ilmuwan dengan tanpa pamrih berbagi pengetahuan dan ilmu yang baru berhasil diungkapkannya.

Tak kalah serunya pak Mien A Rifai menganalisis juga bahwa setiap tahun di ratusan lembaga penelitian dan ribuan perguruan tinggi di Indonesia selalu dihasilkan tak terhitung jumlah kajian dan laporan penelitian, jutaan skripsi, ribuan thesis dan ratusan disertasi. Akan tetapi karena tidak pernah sampai ke publik yang membiayainya, produk kecendikiaan yang melimpah ruah tadi secara sinis dikategorikan sebagai "lost science in the third world'.

Ternyata segudang hambatan budaya memang menghantui setiap upaya penggalangan untuk menautkan publikasi, penelitian, peneliti, lembaga litbang dan perguruan tinggi di satu sisi, dengan teknologi terterapkan, pelaku industri dan produksi barang ataupun jasa di pihak lain, serta kesejahteraan/ kemakmuran rakyat juga. Ego sektoral, departemental barrier, kepentingan pribadi, keengganan berkoordinasi (oleh ketakutan terkooptasi karena keseringan berkembangnya sika subordinasi) dan berbagai kendala lainnya ternyata tidak segera tersembuhkan oleh bermacam komite, dewan, inpres ataupun peraturan perundang-undangan yang sudah dicoba diberlakukan.

..... Mudah-mudahan PR kita bersama ini segera terselesaikan ....Aamiin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar