Jumat, 26 Desember 2008

Tradisi Orang Jepang Merayakan Tahun Baru


Sungguh beruntung aku dapat merasakan momen pergantian tahun di Tokyo. Ada beberapa kebiasaan menarik yang dilakukan oleh orang jepang menjelang perayaan pergantian tahun. Bagi masyarakat jepang perayaan tahun baru merupakan suatu kegiatan penting dalam adat budaya masyarakatnya. Mungkin kalau di Indonesia hampir bisa disamakan dengan suasana menjelang hari raya idul fitri. Pemerintah Jepang menetapkan hari libur selama satu minggu terhitung sebelum dan sesudah tahun baru. Ternyata kebiasaan mudik ke kampung halaman terjadi juga di sini, orang-orang yang merantau di tokyo memanfaatkan hari libur ini untuk mudik ke kampung halamannya masing-masing. Biasanya tiket shinkansen terjual habis, begitu juga jadwal penerbangan menjadi sangat padat. Ada juga beberapa kegiatan unik yang dilakukan oleh masyarakat Jepang menjelang tahun baru ini :
Kegiatan Bersih-Bersih
Menjelang akhir Desember masyarakat Jepang biasanya melakukan kegiatan bersih-bersih (saya ngak tahu istilah jepangnya apa?). Kegiatan ini tidak hanya dilakukan di rumah saja tapi di kantor-kantor, sekolah termasuk di kampus-kampus. Aku juga sempat berpartispasi mengikuti kegiatan ini, di Titech kegiatan bersih-bersih dilaksanakan pada hari Rabu 24 Desember 2008, semua dosen, karyawan dan mahasiswa terjun sama-sama untuk membersihkan lingkungan di sekitar kampus, begitu juga kita lakukan bersih-bersih lab yang kita tempati. Kata orang Jepang kegiatan bersih-bersih ini memiliki makna sama dengan membuang jauh-jauh kotoran atau hal-hal yang tidak baik selama satu tahun, lalu dengan hati dan perasaan yang bersih bersama-sama menyambut datangnya tahun baru. Setelah kegiatan bersih-bersih selesai, ibu-ibu rumah tangga di Jepang biasanya langsung disibukkan dengan persiapan membeli bahan-bahan makanan spesial tahun baru seperti masakan "Osechi" dan "Ozouni".
Festival Omisoka
Merupakan suatu festival yang dilaksanakan pada malam tahun baru, dikenal dengan nama "Toshikoshi-Soba" yaitu berupa kegiatan makan soba hangat bersama. Kebiasaan ini merupakan budaya turun temurun sejak zaman Edo. Bentuk soba yang kecil dan panjang menyimpan harapan dan doa agar mereka senantiasa berada dalam lindungan kesehatan dan dapat tetap diberikan umur panjang.
Otoshidama(uang angpao)
Pada tanggal 1 januari (pas tahun barunya) biasanya orang-orang dewasa memberikan angpao sebagai uag jajan tambahan kepada anak-anak. Uang tahun baru (otoshidama) biasanya dimasukkan dalam lembar amplop kecil yang bernama "pochi bukuro" yang banyak dijual di toko. Desain amplop buat uang angpao ini unik-unik dan sangat menarik.
Hatsumoude
Pada malam tahun baru kuil-kuil di Jepang hampir dapat dipastikan dipenuhi oleh pengunjung yang ingin berdoa demi keselamatan dan kesehatan selama satu tahun berikutnya. Selain itu orang Jepang mempunyai kepercayaan terhadap benda-benda berkekuatan ghaib yang dikenal dengan Omamori dan Omikuji. Omamori biasanya digantungkan di leher guna memberikan keberuntungan bagi si pemakai.

Kamis, 18 Desember 2008

Anakku yang Super Hebat



....Menjadi orang tua adalah pilihan, tetapi anak tidak pernah memilih untuk lahir, apalagi sebagai anak autis.......(dyah puspita)

Saya mengambil sedikit kutipan dari kata pengantar ibu Dyah Puspita dalam buku "Bunga Rampai Seputar Autisme dan Permasalahannya. Memang benar apa kata beliau bahwa anak tidak akan pernah memilih ingin dilahirkan, tentunya juga tidak bisa memilih ingin orang tuanya siapa. Kami merupakan satu dari sekian banyak orang tua yang mendapat titipan dari Allah SWT seorang anak yang autistik. Dalam blog ini saya ingin mengajak orang tua yang senasib ataupun sahabat-sahabat untuk sharing sekedar tukar pikiran bagaimana membesarkan individu autis. Mudah-mudahan melalui media ini kami mendapatkan pencerahan dan motivasi untuk selalu bersemangat membesarkan jagoanku ini.

Attala Zaidan Ghaffar (Didan) ..kami memberi nama anak pertama kami dengan harapan sesuai dengan makna dari namanya yaitu karunia Allah yang memiliki kelebihan. Lahir pada tanggal 1 juli 2001 dengan proses normal namun perlu divacum di RSHS Bandung. Pada umur satu tahun kami mulai dapat merasakan gejala bahwa anak kami memiliki masalah dengan interaksi dan kontak mata. Jika anak normal seusianya sudah mulai membeo, anak kami tak sepatah kata pun mengeluarkan suara. Jika anak lain sudah bisa merespon jika diajak bicara anak kami cuek-cuek saja. Kami mulai merasa gelisah dan semula beranggapan anak kami ini mengalami bisu tuli. Tapi kami tetap menunggu sampai dia berumur dua tahun tetapi tetap tidak ada perkembangan yang signifikan.

Tepat dia berusia dua tahun, kami membawanya ke Klinik Tumbuh Kembang RSHS Bandung, dengan perasaan hancur terutama istri saya tidak henti-hentinya menangis, kami mendapat hasil diagnosa bahwa anak kami mengalami sindrom PDD-NOS (Pervasive Developmental Disorder-Not Otherwise Specified) yaitu ada beberapa ciri autisme yang sesuai dengan prilaku anak kami, kesimpulannya bahwa anak kami mengalami sindrom autis, memang dari ciri-cirinya ada beberapa prilaku yang termasuk kategori autis yang mencolok yaitu dia mengalami hambatan interaksi sosial, hambatan komunikasi dan prilaku yang asik dengan rutinitas.

Kami tidak larut dalam kesedihan, kemudian mencari tempat terapi untuk anak autis tepatnya di yayasan Suryakanti daerah Cimuncang Bandung, berbagai macam terapi dilakukan dan alhamdulillah membuahkan hasil, menjelang umur 4 tahun mulailah dia mengoceh tapi ya ampun dia hiperaktif sekali. Kami mendapat formula yang lumayan jitu untuk meredam hiperaktifnya, setiap hari dengan telaten ibunya mengajak jalan-jalan minimal 2 km dan mencari medan yang terjal dengan harapan sesampainya di rumah dia merasa cape dan akan mudah konsentrasi jika dimuati. Karena alasan jarak dan tentunya biaya yang tidak sedikit kami tidak meneruskan proses terapi tetapi tetap mencari referensi lewat internet dan mempraktekannya sendiri dirumah.

Bagaimana dengan sekolahnya?
Hal ini yang membuat kami pusing tujuh keliling, ketika Didan sudah mulai memasuki usia sekolah kami cukup bingung juga bagaimana dengan sekolahnya, karena kalau dia di sekolahkan di sekolah khusus anak autis tahu sendiri biayanya sangat mahal tentunya tidak akan terjangkau oleh PNS seperti saya. Kami beranikan diri mendaftarkan anak kami di TK sekitar komplek rumah dan alhamdulillah sekolah tersebut mau menerima kondisi anak kami dengan syarat ibunya tiap hari ikut masuk kelas menjadi helpernya. Selama 2 tahun di TK perkembangan komunikasi Didan cukup pesat, tetapi masih tetap belum bisa mengerti konteks kalimat yang dia ucapkan. Dari mulutnya tidak pernah keluar kalimat tanya, sanggahan ataupun kalimat perintah. Semua serba kaku, kalimat yang keluar dari mulutnya selalu diucapkan berulang-ulang.

Memasuki usia SD, kembali kami dipusingkan mencari sekolah yang tepat buat dia. Setiap sekolah yang kami datangi menolak secara halus ketika kami ceritakan kondisi Didan. Tetapi berkat informasi dari salah satu kepsek SD yang kami kunjungi, kami mendapatkan sekolah yang menerapkan model inklusi yaitu SD Gemilang Muthafannin KBB. Kami tak henti-henti bersyukur ternyata ada sekolah yang peduli anak autis, sehingga anak kami mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan.

Sekarang Didan sudah kelas 2SD, memang secara akademis dia tidak ketinggalan dengan teman sebayanya, tetapi tetap saja hambatan interaksi sosial dan komunikasi masih melekat meskipun tidak separah waktu TK. Kami tidak henti-hentinya bersyukur mendapatkan titipan Allah seperti dia, karena dari Didan kami banyak belajar, dia adalah kamus kehidupan yang sesungguhnya, dari dia kami bisa belajar lebih sabar...lebih pasrah....dan Didan yang telah mengajarkan kami untuk dapat menahan amarah.

Sebagai orang tua dengan anak autistik, tentunya dapat merasakan betapa sulitnya mengasuh dan membesarkannya. Segala bentuk perasaan sedih, bingung, putus asa, marah, pasrah berganti-ganti dengan rasa kaget, senang dan suka cita. bagi orang tua yang sama memiliki anak autis tentunya tahu bagaimana kita bisa gembira tatkala melihat kemajuan anak kita yang mungkin bagi orang lain tidak ada artinya. Rumus penting bagi orangtua seperti kami adalah "IKHLAS" itu kuncinya. Karena dengan sikap ikhlas akan sangat membantu proses penanganan menuju kehidupan yang lebih baik. TETAP SEMANGAT.

Selasa, 16 Desember 2008

TOKYO SCHOLAR FORUM BERSAMA PAK GUMILAR

Pada tanggal 17 november lalu saya mengikuti kegiatan diskusi rutin yang diadakan PPI Kanto yang bertempat di gedung International Student Centre Tokyo Institute of Technology dan pada saat itu mengundang rektor UI Prof. Dr. Gumilar R. Soemantri sebagai pembicara. Topik yang dibicarakan cukup menarik yaitu bagaimana mengangkat riset ilmuan Indonesia agar mendunia...wah...kayaknya mimpi mungkin...tapi ngak ada salahnya kan. Ada beberapa point menarik yang disampaikan rektor termuda UI tersebut dan kayaknya cukup menarik untuk kita sama-sama komentari :

Pada awal diskusi beliau sangat semangat sekali untuk membawa UI menjadi universitas riset, setuju sekali pak bahwa universitas di Indonesia tidak hanya UI harus punya cita-cita yang sama yaitu berkembang karena risetnya bukan berkembang karena banyaknya kelas paralel diplomanya..he..he, karena kalau terlallu banyak kelas diplomanya kerjaan dosen selama seminggu ngajar terus deh kapan risetnya?. Sebagai gambaran Titech setiap tahunnya meluluskan sekitar 1500 doktor bahkan universitas besar di dunia mungkin bisa mencapai 5000-10000 doktor per tahunnya, kalau dibandingkan dengan universitas di Indonesia misalnya UI,ITB ataupun UGM mungkin ngak sampai 100 doktor pertahun. Memang untuk saat ini kita baru bisa bermimpi tapi siapa tahu banyak sekali mimpi menjadi kenyataan...seperti kata pepatah..if you don't have dream, how do you have dream come true...(maaf ya kalau salah, yang penting maksudnya begitu lah)

Beliau juga menggambarkan penelitian di Harvard dan MIT sebagai pusatnya riak dan penelitian di Indonesia hanya berada di bagian tepi dari riak tersebut. Tentu saja penelitian kita ngak bakalan berkembang karena yang seharusnya diciptakan peneliti kita adalah menciptakan pusaran-pusaran baru, maksudnya bahwa penelitian yang dikerjakan harus disesuaikan dengan potensi dan kebutuhan bangsa, tidak hanya mengekor apa yang sudah ada. Kata beliau juga: mana mungkin penelitian bisa maju jika para dosennya sibuk kesana sini untuk mendapatkan "amplop" sebagai pembicara di seminar. iya nih kayaknya hanya di indonesia saja kalau menjadi keynote speaker mendapat amplop. Cara mengatasi ini semua menurut beliau adalah dengan tema riset yang kongkrit, peningkatan komunikasi riset sehingga bisa terarah dan efektif.

Tapi menurut saya pak, untuk menjadi peneliti sejati itu perlu dana yang tidak sedikit, dan perlu juga jaminan kesejahteraan buat peneliti. Makanya wajar sekali bahwa dosen/peneliti di Indonesia masih sibuk sana sini, mengajar kelas malam dll, karena memang menjadi peneliti tidak memberikan pencerahan buat hidup pada tataran layak. Tapi saya yakin peneliti Indonesia bisa terus maju karena biasanya peneliti sejati memiliki idealisme yang kuat untuk mengembangkan ilmu nya.

Konsep Dasar Project Based Learning

Di intisarikan dari kiriman file dari saudara saya Ana, S.Pd, M.Pd yang sedang menempuh s-3 di UNY, sukses ya ceu....


Pembelajaran Berbasis Proyek dipandang tepat sebagai satu model untuk pendidikan teknologi kejuruan dalam merespon isu-isu peningkatan kualitas pendidikan teknologi kejuruan dan perubahan-perubahan besar yang terjadi di dunia kerja. Project-Based Learning merupakan model pembelajaran yang berfokus pada konsep-konsep dan prinsip-prinsip utama (central) dari suatu disiplin, melibatkan siswa dalam kegiatan pemecahan masalah dan tugas-tugas bermakna lainya, memberi peluang siswa bekerja secara otonom mengkonstruk belajar mereka sendiri, dan puncaknya menghasilkan produk karya siswa bernilai, dan realistik (BIE,1999). Berbeda dengan model-model pembelajaran tradisional yang umumnya bercirikan praktik kelas yang berdurasi pendek, terisolasi/lepas-lepas, dan aktivitas pembelajaran berpusat pada guru; model Project-Based Learning menekankan kegiatan belajar yang relatif, holistik-interdisipliner, perpusat pada siswa, dan terintegrasi dengan praktik dan isu-isu dunia nyata. Pembelajaran berbasis proyek (project-based learning) adalah sebuah model atau pendekatan pembelajaran yang inovatif, yang menekankan belajar kontekstual melalui kegiatan-kegiatan yang kompleks (CORD, 2001; Thomas, Mergendoller, & Michaelson, 1999; Moss) Fokus pembelajaran terletak pada konsep-konsep dan prinsip-prinsip inti dari suatu disiplin studi, melibatkan pebelajar dalam investigasi pemecahan masalah dan kegiatan tugas-tugas bermakna yang lain, memberi kesempatan pebelajar bekerja secara otonom mengkonstruk pengetahuan mereka sendiri, dan mencapai puncaknya menghasilkan produk nyata (Thomas, 2000). Project-based learning pada umumnya memerlukan beberapa tahapan dan beberapa durasi, tidak sekedar merupakan rangkaian pertemuan kelas, serta belajar kelompok kolaboratif. Proyek memfokuskan pada pengembangan produk atau unjuk kerja (performance), yang secara umum pebelajar melakukan kegiatan: mengorganisasi kegiatan belajar kelompok mereka, melakukan pengkajian atau penelitian, memecahkan masalah, dan mensintesis informasi. Proyek seringkali bersifat interdisipliner.
Menurut Alamaki (1999), proyek selain dilakukan secara kolaboratif juga harus bersifat inovatif, unik, dan berfokus pada pemecahan masalah yang berhubungan dengan kehidupan pebelajar atau kebutuhan masyarakat atau industri lokal. Pembelajaran Berbasis Proyek memiliki potensi yang amat besar untuk membuat pengalaman belajar yang lebih menarik dan bermakna untuk pebelajar usia dewasa, seperti siswa, apakah mereka sedang belajar di perguruan tinggi maupun pelatihan transisional untuk memasuki lapangan kerja (Gaer, 1998). Di dalam Pembelajaran Berbasis Proyek, pebelajar menjadi terdorong lebih aktif di dalam belajar mereka, instruktur berposisi di belakang dan pebelajar berinisiatif, instruktur memberi kemudahan dan mengevaluasi proyek baik kebermaknaannya maupun penerapannya untuk kehidupan mereka sehari-hari. Produk yang dibuat pebelajar selama proyek memberikan hasil yang secara otentik dapat diukur oleh guru atau instruktur di dalam pembelajarannya. Oleh karena itu, di dalam Pembelajaran Berbasis Proyek, guru atau instruktur tidak lebih aktif dan melatih secara langsung, akan tetapi instruktur menjadi pendamping, fasilitator, dan memahami pikiran pebelajar.

Oakey (1998) mempertegas konsep dan karakteristik project-based learning dengan membedakannya dengan problem based learning yang seringkali saling dipertukarkan dalam penggunaan istilah ini. Istilah project-based learning dan problem-based learning masing-masing digunakan untuk menyatakan strategi pembelajaran. Kemiripan konsep kedua pendekatan pembelajaran itu, dan penggunaan singkatan yang sama, PBL, menghasilkan kerancuan di dalam literatur dan penelitian (lihat juga Thomas, 2000), meskipun sebenarnya di antara keduanya berbeda. Project-based learning dan problem-based learning memiliki beberapa kesamaan karakteristik. Keduanya adalah strategi pembelajaran yang dimaksudkan untuk melibatkan pebelajar di dalam tugas-tugas otentik dan dunia nyata agar dapat memperluas belajar mereka.
Pebelajar diberi tugas proyek atau problem yang open-ended dengan lebih dari satu pendekatan atau jawaban, yang mensimulasikan situasi profesional. Kedua pendekatan ini juga didefinisikan sebagai student-centered, dan menempatkan peranan guru sebagai fasilitator. Pebelajar dilibatkan dalam project atau problem-based learning yang secara umum bekerja di dalam kelompok secara kolaboratif, dan didorong mencari berbagai sumber informasi yang berhubungan dengan proyek atau problem yang dikerjakan. Pendekatan ini menekankan pengukuran hasil belajar otentik dan dengan basis unjuk kerja (performance-based assessment). Meskipun banyak kemiripan, project dan problem-based learning bukan pendekatan yang identik. Project-based learning secara khusus dimulai dengan produk akhir atau “artifact”di dalam pikiran, produksi tentang sesuatu yang memerlukan keterampilan atau pengetahuan isi tertentu yang secara khusus mengajukan satu atau lebih problem yang harus dipecahkan oleh pebelajar.

POSTING PERDANA


Ini merupakan posting pertama aku, bingung mikirin topik awal sekedar intermezo aku ceritain aja tentang profesiku sekarang. Aku sekarang bekerja sebagai dosen di Jurusan Pendidikan Teknik Elektro FPTK UPI (dulunya IKIP Bandung). Pekerjaan yang menurut kebanyakan orang tidak begitu menjanjikan. Tapi kenapa ya aku mau jadi dosen?. Padahal cia-cita aku sejak SD hingga SMA selalu tidak berubah yaitu pengen jadi tukang insinyur. Mulai SMA aku sudah memfokuskan diri agar cita-citaku itu terwujud. Tapi entah kenapa sepertinya takdir bicara lain, aku ikut UMPTN saat itu milih Elektro ITB dan Elektro UGM malah gagal dan baru pada kesempatan kedua aku mulai merubah arah untuk mengabdi sebagai guru, itupun atas saran bijak almarhumah ibunda tercinta, saat itu beliau bilang :"...jang, geura cobaan testing teh ka IKIP wae (dulu masih IKIP belum UPI), da kulawarga urang mah gurat na jadi guru, sok geura pasti lulus...... Maka sejak itu aku mulai menjelajah kira-kira jurusan apa yang tepat sehingga aku tidak berbelok terlalu jauh dari obsesiku semula. Pilihan jatuh pada jurusan pendidikan teknik Elektro. Alhamdulillah berkat doa ampuh ibunda tahun 1993 aku diterima di Jurusan Pendidikan Teknik Elektro IKIP Bandung.

Ada sedikit cerita menarik dan selalu terngiang sampai sekarang, yaitu aku berjuang untuk dapat lolos UMPTN dengan persiapan sekedarnya. Jika orang lain mempersiapkan dengan mengikuti Bimbingan Belajar dan tentunya biayanya mahal, saya hanya bermodalkan buku-buku latihan soal SSC yang dipinjami teman yang telah lulus duluan ke ITB. Kebetulan saat itu aku punya soulmate sejati sebagai sparing partner membahas soal-soal SSC, namanya Haris Sunendar biasa saya panggil sunen (sekarang dia jadi peneliti di laboratorium oceanografi ITB). Dengan semangat baja kami saling tukar tempat belajar, seminggu di rumah saya dan seminggu di rumah haris. Kami saling melengkapi, tentu saja kelebihan aku adalah masalah pengalaman karena aku merupakan veteran UMPTN 1992 sedangkan dia baru pertama kali ikut UMPTN, Sedangkan kelebihan dia ada di rasa percaya dirinya yang tinggi bahwa dia mampu lolos ke ITB (salut euy!!!). Kami berdua sebenarnya punya cita-cita yang sama pengen masuk ITB , tapi aku teringat nasehat ibunda maka kuteguhkan hati untuk membuang jauh harapan itu. Sedangkan si Haris tetap teguh memilih ITB .

Ada kejadian lucu dan mengelitik, yang sering kali jika membayangkannya lagi membuat aku ketawa sendiri. Saat itu tiba waktunya pengumuman UMPTN 1993 sekitar bulan Agustus. Kami berdua sudah deg-degan sejak sehari sebelumnya karena ini menyangkut reputasi akademik dua anak kampung yang bermimpi ingin kuliah. Untuk dapat melihat pengumuman tentunya kami harus membeli koran Pikiran Rakyat, padahal saat itu mungkin sampai sekarang koran tersebut belum menjangkau kampung kami, o ya lupa kami berdua sama-sama dibesarkan di desa Cangkuang Kecamatan Leles Kab. Garut dan sama-sama alumni SMAN Leles Garut. Untuk dapat melihat koran tersebut kita harus menuju kota kecamatan yang jaraknya 4 km dari rumah dan transportasi favorit kami yaitu naik delman. Sepanjang perjalanan muka kami tampak pucat pasi karena masa depan kami ditentukan hari itu dan kami sama-sama bernazar "jika kita atau salah satu lulus maka pulangnya harus jalan kaki".

Setibanya di kota kecamatan kami kebingungan harus kemana mencari koran PR, karena sulit juga mencari tukang koran eceran di sana, paling juga harus naik angkot lagi ke Kadungora, untung saja ada ide cemerlang dari si haris, dia menyarankan pinjem aja sebentar ke kantor BRI yang kebetulan lokasinya dekat alun-alun. Maka dengan malu-malu kami memberanikan meminjam koran ke salah satu pegawai di sana, saat itu banyak juga nasabah BRI yang sedang mengantri. Kami membuka koran dengan jantung berdebar ...dan saat nya tiba ternyata nama aku tertera di sana karena kebetulan nama aku ada di halaman pertama tapi saat itu aku masih menahan rasa gembira karena masih menunggu hasil si Haris yang memang agak lama nyarinya karena nomor testingnya udah ribuan..dia kelihatan mulai cemas juga dan ternyata dia lulus . Kontan saja kami berteriak sekeras-kerasnya sambil berpelukan dan otomatis lupa bahwa kami ada di kantor BRI dan diliatin banyak nasabah....dan lebih seru lagi para nasabah yang lagi antri satu per satu menyalami kami memberi selamat....wah fantasis....layaknya atlet yang dapet mendali olimpiade saja.....dan pulangnya kami berdua menepati nazar untuk berjalan kaki sejauh 4 km menuju rumah....tapi karena euforia kemenangan masih hangat ..meskipun panas terik ...ngak kerasa tuh. Sesampainya di rumah aku langsung membagi kebahagiaan dengan memberi kabar ibunda bahwa aku lulus UMPTN karena kebetulan ibuku sebagai sponsor utama aku untuk ikut UMPTN kedua kalinya , ibuku lantas meneruskan kabar tersebut ke ayahanda begini dialognya :
ibunda : Pak...alhamdulillah si Ade teh lulus testing sipenmaru na. (beliau selalu bilang UMPTN itu SIPENMARU, karena dulu memang namanya itu).
Dengan wajah datar tanpa ekspresi ayahanda menjawab : Naha ..si Ade milu sipenmaru kitu? (gubrak..kalau kata anak sekarang mah)...ternyata selama ini dia ngak tahu bahwa anak tercintanya ikut UMPTN....wah...mungkin karena terlalu banyak anak jadi lupa deh (kami 12 bersaudara lho), dan memang karakter ayahanda tuh dingin dan ngak banyak ngomong, bahkan si Haris menjulukinya : Si Cuek dari Selatan (hapunten nya Pak). Tapi alhamdulilah kalau masalah suport finansial dia nomor satu (thanks Dad..)

Kembali ke topik awal...4 tahun aku menjalani perkuliahan dengan penuh semangat karena untuk mendapatkan kesempatan ini aku harus berjuang keras. Alhamdulillah aku lulus dengan predikat "cumlaude" dan terasa istimewa karena aku telah mencetak sejarah, sebelumnya sepanjang jurusan kami berdiri baru pecah rekor ada yang lulus cumlaude. Dan sebagai konsekuensinya aku diminta sama ketua jurusan saat itu Prof. Dr. Soemarto, MSIE untuk melamar menjadi dosen. Tahun 1999 aku resmi menjadi dosen di JPTE UPI.

Satu pertanyaan yang sering terlontar : kok mau jadi dosen? kan gajinya kecil? pusing lagi berhadapan dengan mahasiswa?

Pertanyaan itu terlalu sering aku terima, dari saudara, temen, tetangga bahkan mertua..he..he, dan hanya ada satu kalimat yang bisa dijawab...hidupku mengalir begitu saja termasuk ketika pilihan pekerjaan untuk jadi dosen menghampiriku....aku tak pernah berfikir panjang, ambil dan nikmati dengan penuh cinta...
Tidak terasa nyaris 10 tahun aku menjalani profesi ini, tapi subhanallah banyak sekali pelajaran hidup yang aku dapatkan, ternyata profesi ini telah memberikan pelajaran hidup yang bermakna, berhadapan dengan beraneka latar belakang mahasiswa, rutin mengajar, meneliti dan membimbing memberikan warna yang maha dasyat dalam perjalanan hidup ini. Sejak lulus S-1 memang aku tidak pernah dihadapkan pilihan pekerjaan diluar bidang pendidikan, ya mungkin itu yang dinamakan garis hidup. Menjadi dosen dan selamanya menjadi dosen.

Keadilan Allah tidak perlu diragukan lagi, memang cita-citaku dulu selepas SMA pengen masuk ITB ngak kesampaian, tapi alhamdulillah atmosfer akademik ITB dapat saya rasakan ketika saya menempuh S-2 dan sekarang sedang menyelesaikan S-3 di ITB dengan beasiswa dari Dikti. Yaa Allah ternyata Engkau memang Maha Pengasih, Maha Pemurah. Tak pernah engkau berhitung tentang seberapa banyak nikmat yang telah engkau berikan kepada hambaMu ini. ...ketika saya menulis blog ini....Allah terus memberikan kenikmatan kepada aku...aku berkesempatan mengikuti program sandwich selama 4 bulan untuk magang riset di Tokyo Institute of Technology...alhamdulillah ya Allah.