Selasa, 16 Desember 2008

TOKYO SCHOLAR FORUM BERSAMA PAK GUMILAR

Pada tanggal 17 november lalu saya mengikuti kegiatan diskusi rutin yang diadakan PPI Kanto yang bertempat di gedung International Student Centre Tokyo Institute of Technology dan pada saat itu mengundang rektor UI Prof. Dr. Gumilar R. Soemantri sebagai pembicara. Topik yang dibicarakan cukup menarik yaitu bagaimana mengangkat riset ilmuan Indonesia agar mendunia...wah...kayaknya mimpi mungkin...tapi ngak ada salahnya kan. Ada beberapa point menarik yang disampaikan rektor termuda UI tersebut dan kayaknya cukup menarik untuk kita sama-sama komentari :

Pada awal diskusi beliau sangat semangat sekali untuk membawa UI menjadi universitas riset, setuju sekali pak bahwa universitas di Indonesia tidak hanya UI harus punya cita-cita yang sama yaitu berkembang karena risetnya bukan berkembang karena banyaknya kelas paralel diplomanya..he..he, karena kalau terlallu banyak kelas diplomanya kerjaan dosen selama seminggu ngajar terus deh kapan risetnya?. Sebagai gambaran Titech setiap tahunnya meluluskan sekitar 1500 doktor bahkan universitas besar di dunia mungkin bisa mencapai 5000-10000 doktor per tahunnya, kalau dibandingkan dengan universitas di Indonesia misalnya UI,ITB ataupun UGM mungkin ngak sampai 100 doktor pertahun. Memang untuk saat ini kita baru bisa bermimpi tapi siapa tahu banyak sekali mimpi menjadi kenyataan...seperti kata pepatah..if you don't have dream, how do you have dream come true...(maaf ya kalau salah, yang penting maksudnya begitu lah)

Beliau juga menggambarkan penelitian di Harvard dan MIT sebagai pusatnya riak dan penelitian di Indonesia hanya berada di bagian tepi dari riak tersebut. Tentu saja penelitian kita ngak bakalan berkembang karena yang seharusnya diciptakan peneliti kita adalah menciptakan pusaran-pusaran baru, maksudnya bahwa penelitian yang dikerjakan harus disesuaikan dengan potensi dan kebutuhan bangsa, tidak hanya mengekor apa yang sudah ada. Kata beliau juga: mana mungkin penelitian bisa maju jika para dosennya sibuk kesana sini untuk mendapatkan "amplop" sebagai pembicara di seminar. iya nih kayaknya hanya di indonesia saja kalau menjadi keynote speaker mendapat amplop. Cara mengatasi ini semua menurut beliau adalah dengan tema riset yang kongkrit, peningkatan komunikasi riset sehingga bisa terarah dan efektif.

Tapi menurut saya pak, untuk menjadi peneliti sejati itu perlu dana yang tidak sedikit, dan perlu juga jaminan kesejahteraan buat peneliti. Makanya wajar sekali bahwa dosen/peneliti di Indonesia masih sibuk sana sini, mengajar kelas malam dll, karena memang menjadi peneliti tidak memberikan pencerahan buat hidup pada tataran layak. Tapi saya yakin peneliti Indonesia bisa terus maju karena biasanya peneliti sejati memiliki idealisme yang kuat untuk mengembangkan ilmu nya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar