Kamis, 18 Desember 2008

Anakku yang Super Hebat



....Menjadi orang tua adalah pilihan, tetapi anak tidak pernah memilih untuk lahir, apalagi sebagai anak autis.......(dyah puspita)

Saya mengambil sedikit kutipan dari kata pengantar ibu Dyah Puspita dalam buku "Bunga Rampai Seputar Autisme dan Permasalahannya. Memang benar apa kata beliau bahwa anak tidak akan pernah memilih ingin dilahirkan, tentunya juga tidak bisa memilih ingin orang tuanya siapa. Kami merupakan satu dari sekian banyak orang tua yang mendapat titipan dari Allah SWT seorang anak yang autistik. Dalam blog ini saya ingin mengajak orang tua yang senasib ataupun sahabat-sahabat untuk sharing sekedar tukar pikiran bagaimana membesarkan individu autis. Mudah-mudahan melalui media ini kami mendapatkan pencerahan dan motivasi untuk selalu bersemangat membesarkan jagoanku ini.

Attala Zaidan Ghaffar (Didan) ..kami memberi nama anak pertama kami dengan harapan sesuai dengan makna dari namanya yaitu karunia Allah yang memiliki kelebihan. Lahir pada tanggal 1 juli 2001 dengan proses normal namun perlu divacum di RSHS Bandung. Pada umur satu tahun kami mulai dapat merasakan gejala bahwa anak kami memiliki masalah dengan interaksi dan kontak mata. Jika anak normal seusianya sudah mulai membeo, anak kami tak sepatah kata pun mengeluarkan suara. Jika anak lain sudah bisa merespon jika diajak bicara anak kami cuek-cuek saja. Kami mulai merasa gelisah dan semula beranggapan anak kami ini mengalami bisu tuli. Tapi kami tetap menunggu sampai dia berumur dua tahun tetapi tetap tidak ada perkembangan yang signifikan.

Tepat dia berusia dua tahun, kami membawanya ke Klinik Tumbuh Kembang RSHS Bandung, dengan perasaan hancur terutama istri saya tidak henti-hentinya menangis, kami mendapat hasil diagnosa bahwa anak kami mengalami sindrom PDD-NOS (Pervasive Developmental Disorder-Not Otherwise Specified) yaitu ada beberapa ciri autisme yang sesuai dengan prilaku anak kami, kesimpulannya bahwa anak kami mengalami sindrom autis, memang dari ciri-cirinya ada beberapa prilaku yang termasuk kategori autis yang mencolok yaitu dia mengalami hambatan interaksi sosial, hambatan komunikasi dan prilaku yang asik dengan rutinitas.

Kami tidak larut dalam kesedihan, kemudian mencari tempat terapi untuk anak autis tepatnya di yayasan Suryakanti daerah Cimuncang Bandung, berbagai macam terapi dilakukan dan alhamdulillah membuahkan hasil, menjelang umur 4 tahun mulailah dia mengoceh tapi ya ampun dia hiperaktif sekali. Kami mendapat formula yang lumayan jitu untuk meredam hiperaktifnya, setiap hari dengan telaten ibunya mengajak jalan-jalan minimal 2 km dan mencari medan yang terjal dengan harapan sesampainya di rumah dia merasa cape dan akan mudah konsentrasi jika dimuati. Karena alasan jarak dan tentunya biaya yang tidak sedikit kami tidak meneruskan proses terapi tetapi tetap mencari referensi lewat internet dan mempraktekannya sendiri dirumah.

Bagaimana dengan sekolahnya?
Hal ini yang membuat kami pusing tujuh keliling, ketika Didan sudah mulai memasuki usia sekolah kami cukup bingung juga bagaimana dengan sekolahnya, karena kalau dia di sekolahkan di sekolah khusus anak autis tahu sendiri biayanya sangat mahal tentunya tidak akan terjangkau oleh PNS seperti saya. Kami beranikan diri mendaftarkan anak kami di TK sekitar komplek rumah dan alhamdulillah sekolah tersebut mau menerima kondisi anak kami dengan syarat ibunya tiap hari ikut masuk kelas menjadi helpernya. Selama 2 tahun di TK perkembangan komunikasi Didan cukup pesat, tetapi masih tetap belum bisa mengerti konteks kalimat yang dia ucapkan. Dari mulutnya tidak pernah keluar kalimat tanya, sanggahan ataupun kalimat perintah. Semua serba kaku, kalimat yang keluar dari mulutnya selalu diucapkan berulang-ulang.

Memasuki usia SD, kembali kami dipusingkan mencari sekolah yang tepat buat dia. Setiap sekolah yang kami datangi menolak secara halus ketika kami ceritakan kondisi Didan. Tetapi berkat informasi dari salah satu kepsek SD yang kami kunjungi, kami mendapatkan sekolah yang menerapkan model inklusi yaitu SD Gemilang Muthafannin KBB. Kami tak henti-henti bersyukur ternyata ada sekolah yang peduli anak autis, sehingga anak kami mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan.

Sekarang Didan sudah kelas 2SD, memang secara akademis dia tidak ketinggalan dengan teman sebayanya, tetapi tetap saja hambatan interaksi sosial dan komunikasi masih melekat meskipun tidak separah waktu TK. Kami tidak henti-hentinya bersyukur mendapatkan titipan Allah seperti dia, karena dari Didan kami banyak belajar, dia adalah kamus kehidupan yang sesungguhnya, dari dia kami bisa belajar lebih sabar...lebih pasrah....dan Didan yang telah mengajarkan kami untuk dapat menahan amarah.

Sebagai orang tua dengan anak autistik, tentunya dapat merasakan betapa sulitnya mengasuh dan membesarkannya. Segala bentuk perasaan sedih, bingung, putus asa, marah, pasrah berganti-ganti dengan rasa kaget, senang dan suka cita. bagi orang tua yang sama memiliki anak autis tentunya tahu bagaimana kita bisa gembira tatkala melihat kemajuan anak kita yang mungkin bagi orang lain tidak ada artinya. Rumus penting bagi orangtua seperti kami adalah "IKHLAS" itu kuncinya. Karena dengan sikap ikhlas akan sangat membantu proses penanganan menuju kehidupan yang lebih baik. TETAP SEMANGAT.

1 komentar:

  1. hidup memang penuh misteri, Allah mengkaruiniai sesuatu tentu dengan penuh perhitungan yang pasti dan terbaik untuk kita. semua sama, disegala kelebihan pasti ada kekurangan, disegala kekurangan pasti ada kelebihan. memang betul kuncinya IKHLAS dan bagai mana kita mensyukurinya, jika kita mensyukuri apa yang telah Allah beri pasti dia tambah, jika tidak semuanya akan sia- sia dan bertambah buruk, perjuangan pasti akan membuahkan hasil, Allah huakbar. saya salut dengan perjuangan bapak, teruslah berjuang dengan sabar karena dialah mutiara yang tersembunyi,...

    BalasHapus